Kenaikan tarif impor Amerika Serikat kepada Indonesia sebesar 32% baru-baru ini merupakan kebijakan yang sangat kontroversial. Kenaikan tarif impor Amerika Serikat ini ternyata berpengaruh terhadap pertumbuhan properti di Indonesia. Kira-kira apa saja sih pengaruhnya?
Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS
Kebijakan tarif impor ini prinsipnya akan mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Saat ini tanggal 14-05-2025 harga tukar dolar terhadap rupiah mencapai 16.614,66. yang nantinya harga Rupiah akan semakin melemah akibat daya beli dari konsumen Amerika yang semakin berkurang karena kenaikan harga impor tersebut.
Dengan melemahnya Rupiah maka harga barang-barang termasuk bahan produksi akan meningkat, nantinya berpengaruh kepada tingginya biaya konstruksi.
Dampak Properti Kelas Atas
Menurut Senior Associate Director Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto dan CEO Leads Property Services Indonesia, Hendra Hartono. yang paling berpengaruh pada kenaikan harga impor Amerika Serikat ini adalah pembangunan properti kelas atas.
Karena properti kelas atas dari awal sudah mempunyai masalah tersendiri terhadap harga sewa yang sangat rendah, dan berbanding terbalik dengan biaya konstruksinya yang tinggi. Dan dengan naiknya tarif impor Amerika Serikat ini berpotensi meningkatnya biaya konstruksi sehingga tantangannya akan semakin berat.
Dampak Langsung Terhadap Penjualan Rumah
Menurut Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Joko Suranto, dampak langsung dari kenaikan harga impor Amerika Serikat ini bukanlah tentang harga yang akan melambung sangat tinggi, melainkan berdampak pada minat beli masyarakat yang akan menurun.
Saat ini beberapa sektor seperti garmen, kerajinan olahan kayu, serta elektronik terkena dampak yang lebih besar atas kenaikan harga impor Amerika Serikat, Hal ini berpengaruh terhadap pemasukan dari perusahaan tersebut. Tentu sektor-sektor ini juga mempunyai jutaan pekerja yang akan berdampak pada kenaikan tersebut. Mereka nantinya banyak yang akan menunda untuk mempunyai rumah sendiri karena adanya kebutuhan prioritas serta kebutuhan mendesak yang lain.
Solusi Yang Bisa Dilakukan
Berikut ini adalah beberapa solusi yang mungkin bisa dilakukan saat ini.
- Pembangunan Properti “Low Rise”
Fokus pada pembangunan properti low rise (bertingkat rendah) bisa menjadi salah satu solusi karena untuk menekan biaya konstruksi yang tinggi karena properti kelas atas biasanya menggunakan bahan baku impor.
- Penggunaan Produk Lokal
Penggunaan produk lokal terutama dalam bahan baku produksi tentunya akan mengurangi kenaikan biaya dengan sangat signifikan. Hal ini tentunya juga membantu pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
- Cek Rumah di GroPerti
Rumah yang ada di GroPerti mempunyai harga jual yang terjangkau loh, dengan lokasi yang strategis dan akses yang mudah. Ini bisa menjadi salah satu solusi untuk mencari rumah idaman di jaman yang sulit.
Kesimpulan
Walaupun kenaikan harga impor Amerika Serikat tidak menargetkan bidang properti Indonesia secara langsung namun hal ini menciptakan ketegangan pada perekonomian di Indonesia yang berujung pada melemahnya harga tukar Rupiah terhadap dolar.
Kenaikan bahan baku impor mempengaruhi pada konstruksi properti kelas atas, hal ini nantinya akan berpengaruh pada penundaan proyek-proyek pembangunan yang baru. Minat masyarakat juga akhirnya berpengaruh karena beberapa sektor mengalami kemunduran ekonomi.
Karena itu para pelaku properti di Indonesia harus mengubah strategi mereka agar bisa tetap survive dengan cara membangun properti low rise serta menggunakan produk lokal. Semoga artikel ini bermanfaat.
Yuk, dari pada pusing sama kenaikan harga ini itu, mending langsung aja cek di GroPerti untuk cek rumah impian mu.
Baca juga:
- Tanah Mahal? Lahan Sempit? Ini 5 Cara Cerdas Punya Rumah Sendiri!
- Dampak IKN Terhadap Properti Di Balikpapan & Samarinda
- Manfaat Dan Tantangan Dari Trend Co-living
- 4 Cara Menghadapi Rumah Akan Dilelang
- Pilihan Skema Cicilan Untuk Membeli Rumah Impian
Sumber: propertytimes.id, Detik.com, detik.com, Kompas.com, Bank indonesia
Author: Elvan Novianto
Managing Editor: Ahmad Alveyn Sulthony
Executive Editor: Fikri Adam